Tips jadi Developer di Era Disrupsi: Transformasi Diri lewat Sertifikasi

Tips jadi Developer di Era Disrupsi: Transformasi Diri lewat Sertifikasi

02 Sep 2020

Tips jadi Developer di Era Disrupsi:  Transformasi Diri lewat Sertifikasi 

Disrupt or be disrupted. Pilihan hidup di zaman ini. Zaman di mana lanskap disrupsi digital dan sosial begitu menantang. Di satu sisi digitalisasi merambah semua aspek kehidupan. Sementara di sisi lain hidup kita secara sosial berubah 180 derajat karena pandemi. Mau tak mau kita dituntut berubah. Jika tidak, taruhannya, punah. 

Hal di atas jadi dilema Huda Rahman Hakim (23 tahun), developer asal Medan. Mulanya ia bekerja di perusahaan pertambangan. Sektor ini berjaya berpuluh tahun lamanya namun meredup di era disrupsi. Setelah putus kontrak dan tahun pun berganti, Huda tak kunjung dapat pekerjaan developer. Padahal latar belakang pengalaman dan pendidikannya relevan. Lantas Huda melihat jauh dalam diri.

Apa yang membuatnya kalah di era disrupsi? Apa yang kemudian ia lakukan demi raih karir idaman? Mari simak.

Developer di Era Disrupsi: Penuh Tantangan

Huda sempat mengecap pengalaman bekerja di salah satu kontraktor perusahaan tambang terbesar di Indonesia. Profesinya kala itu IT Infrastructure Engineer. Selang setahun bekerja, kontraknya tidak diperpanjang oleh perusahaan. Apa sebab? Disrupsi ekonomi, salah satunya.

Mari kita lihat dalam konteks yang lebih luas. Saat Huda dirumahkan tahun lalu, industri tambang di Indonesia memang tak lagi atraktif. Sektor ini masuk periode senjakala. Pudar value-nya. Faktanya, indeks sektor Pertambangan nasional tumbuh negatif (-) 12,83 % tahun 2019 (Investasi.Kontan 1/1/2020). Namun sebaliknya, kontribusi sektor Ekonomi Digital untuk Produk Domestik (PDB) Indonesia naik jadi sebesar 5.5 % (CNBC Indonesia 9/12/2020). 

Imbasnya, Huda terombang-ambing cari kerja tanpa hasil dari tahun 2019 hingga 2020. Puluhan lowongan profesi Engineer telah coba ia lamar. Tapi tak satupun di antaranya yang tembus ke tahap wawancara. Alhasil, lulusan Politeknik Negeri Medan ini sempat frustasi. “Salahku di mana??” kenang Huda kala itu. 

Transformasi Diri jadi Lebih Relevan 

Lama menganggur, Huda banyak refleksi diri. Ia tersadar bahwa value / nilai dirinya kurang. Saat  melamar kerja, ia sepenuhnya bergantung pada ijazah dan pengalaman semata. Padahal dua hal tersebut sudah jamak dimiliki ribuan pelamar lainnya. “Wajar lamaran saya ditolak,” imbuhnya. 

Huda pun jadi mengerti. Hampir semua perusahaan masa kini aktif menggerakkan digitalisasi. Mereka berlomba-lomba ciptakan layanan pelanggan dan sistem internal yang lebih seamless dan modern. Untuk itulah perusahaan sangat memerlukan developer untuk mewujudkannya. Di sini Huda melihat ada peluang. Tepatnya peluang untuk transformasi diri dari seorang pengangguran menjadi talenta developer yang relevan. 

Bagaimana caranya? Sertifikasi. Inilah upaya meningkatkan value diri lewat penguasaan skill baru yang diakui oleh industri.

Fokus pada Sertifikasi 

Tak menunggu lama, Huda mulai menginvestasikan waktu dan konsentrasinya untuk belajar di Dicoding. Dalam waktu kurang dari 3 bulan, sosok ambisius ini melahap 6 kelas dan menuntaskannya dengan baik. Ia menerapkan metode belajar programming dengan agresif. Ini sesuai dengan deskripsi Scott Young dalam buku populernya, Ultralearning.  Belajar di Dicoding memungkinkan Huda untuk menerapkan “Ultralearning” alias strategi mendalami keahlian dan pengetahuan dengan cara yang self-directed alias mandiri dan intensif (Young, 2019: 25) 

Kini lulusan program beasiswa IDCamp dan Fasilitasi Kemenparekraf ini menyandang 2 Keahlian Programming baru: Machine Learning dan Front-end Web Developer. Mulanya ia sempat belajar teori Pengembangan Web di kampusnya, tapi menurutnya rumit. “Beda dengan di Dicoding. Materi webnya mudah dipahami,” ujarnya. Sementara untuk Machine Learning, ia baru perdana mempelajarinya di Dicoding. Apa hasilnya? 

Dulu Pengangguran, Kini Talenta Developer Relevan

Bekal sertifikasinya berbuah manis. Dulu 2019 – Juni 2020 tak satu kali pun ia dapat panggilan wawancara. Kini, sebaliknya. Semua perusahaan yang ia lamar, mengundangnya interview.  Total 5 perusahaan nasional yang terkenal reputasinya. 

“Semua perusahaan (yang saya lamar) tertarik dengan sertifikasi Dicoding saya. Sertifikasi di bidang Machine Learning itu tergolong baru di Indonesia dan dibutuhkan karena berhubungan dengan data. Sementara Web.. semua perusahaan pasti perlu (talentanya -red)” (Huda Rahman Hakim) 

Agustus 2020 lalu jadi bulan bahagia untuk Huda. Ia memulai debutnya sebagai IT Operations Support di Lintasarta (anak perusahaan Indosat Ooredoo) untuk area Medan. Salah satu tanggung jawab utamanya adalah memelihara aplikasi berbasis web terkait database.   

Dari sosok developer tekun ini, kita sama-sama belajar. Upaya transformasi diri Huda untuk staying ahead lewat sertifikasi, berbuah lebih dari sekedar portfolio keren. Kesungguhannya belajar menempanya jadi sosok tangguh di era disrupsi. Memberinya tools untuk berada di depan dan mengantisipasi perubahan. Sebagai seorang developer, kita mutlak membangun mindset bahwa disrupsi itu mutlak harus dihadapi, bukan dihindari. Ingat, pilih disrupt atau be disrupted? 

Menutup pembicaraan sore itu, Huda berpesan.  

“Di era (disrupsi) ini, kerja di perusahaan besar atau punya titel yang tinggi, bukan patokan bahwa value profesional kita tinggi.  Yang terpenting itu transformasi diri. Sudah kuasai skill-skill baru apa? Sudah buktikan lewat inovasi apa saja? Saya sendiri juga masih level dasar, tapi gak apa. Setidaknya sudah mulai berusaha di Dicoding. Kamu juga ya!” 

Tips jadi Developer di Era Disrupsi:  Transformasi Diri lewat Sertifikasi-end

Mari simak kisah lulusan Dicoding lainnya. Mereka pun berjuang agar tetap relevan sebagai developer di era disrupsi:

  1. Developer yang Mengubah Stigma Lulusan SMK: Siap Menyongsong Industri 4.0
  2. Web Developer from Zero to Hero: Hidup Susah jadi Cambuk untuk Maju. Tak Sia-siakan Waktu